Doa berbuka yang masyhur di masyarakat "allahumma laka shumtu
...". Doa ini tidak ada asalnya dan tidak terdapat dalam kitab-kitab
hadits. Lalu bagaimana menyikapi hal ini? berikut penjelasannya
Doa berbuka puasa yang tersebar di
masyarakat
Allahumma laka shumtu wabika amantu wa ‘ala rizqika afthartu birahmatika
yaa arhamar rahimin
“Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa, dan kepada-Mu aku beriman, dengan
rizqi-Mu aku berbuka, dengan rahmat-Mua, wahai Dzat yang Maha Penyayang”.
Jika kita cek pada kitab-kitab hadits, maka tidak kita temukan lafal
demikian. Namun memang ada beberapa hadits doa berbuka puasa yang mirip dengan
lafal di atas. Akan kita bahas beberapa hadits tersebut:
Hadits 1
Dikeluarkan oleh Ibnu Sunni dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah (1413).
“Abul Qasim At-Tanuji menyampaikan kepadaku secara imla’, ia berkata, Abul
Husain Muhammad bin Mufthir bin Musa Al-Hafidz menuturkan kepadaku, Muhammad
bin Khalaf bin Hibban menuturkan kepadaku, Waki menuturkan kepadaku, Al-Qasim
bin Hasyim bin Sa’id menuturkan kepadaku, ayahku, Hasyim bin Sa’id menuturkan
kepadaku, Ibnu Ruzain menuturkan kepadaku, dari Tsabit, dari Anas, ia berkata,
‘Biasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam ketika berbuka membaca doa,
Allahumma laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthartu fataqabbal minni, innaka antas
samii’ul ‘aliim (Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa, dengan rezeki-Mu aku berbuka,
maka terimalah puasaku ini, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui).’”
Riwayat ini lemah karena terdapat dua masalah:
Hasyim bin Sa’id As-Simsaar, statusnya majhul haal.
Ibnu Ruzain (Sa’id bin Zurbi). Al-Hakim mengatakan, “Ia sangat munkarul
hadits.” Al-Baihaqi mengatakan, “Ia dha’if (lemah).” Ibnu Hajar mengatakan, “Ia
munkarul hadits.” Imam Bukhari dan Imam Muslim menyebutnya, “Ia suka
meriwayatkan al-aja’ib (hadits yang aneh-aneh).” Adz-Dzahabi mengatakan, “Para
ulama hadits men-dhaif-” Kesimpulannya, ia munkarul hadits.
Maka riwayat ini munkar dan tidak bisa menjadi syahid (penguat). Terdapat
jalan lain, dikeluarkan oleh Ad-Daruquthni dalam Sunan-nya (2280),
“Ishaq bin Muhammad bin Al-Fadhl Az-Zayyat menuturkan kepadaku, Yusuf bin
Musa menuturkan kepadaku, Abdul Malik bin Harun bin ‘Antharah menuturkan
kepadaku, dari ayahnya (Harun bin ‘Antharah), dari kakeknya (‘Antharah), dari
Ibnu Abbas, ia berkata, ‘Biasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam ketika
berbuka membaca doa, Allahumma laka shumna wa ‘alaa rizqika aftharna fataqabbal
minna, innaka antas samii’ul ‘aliim (Ya Allah, untuk-Mu kami berpuasa, dengan
rizqi-Mu kami berbuka, maka terimalah puasa kami ini, sesungguhnya Engkau Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui).’”
Riwayat ini memiliki dua masalah:
Abdul Malik bin Harun bin ‘Antharah. Ad-Daruquthni mengatakan, “Keduanya
lemah (yaitu Abdul Malik dan Harun).” Imam Ahmad mengatakan, “Ia lemah.” Yahya
bin Ma’in mengatakan, “Ia kadzab (pendusta).” Abu Hatim mengatakan, “Matruk dan
pemalsu hadits.” Ibnu Hibban mengatakan, “Iia pemalsu hadits.” Adz-Dzahabi mengatakan,
“Ia terindikasi sebagai pembuat hadits palsu barangsiapa yang puasa sehari dari
ayyamul bidh itu setara dengan puasa seribu tahun”. Maka jelas, Abdul Malik bin
Harun ini kadzab pemalsu hadits.
Harun bin ‘Antharah. Ia diperselisihkan para ulama, sebagian ulama
men-tsiqah-kannya. Imam Ahmad dan Yahya bin Ma’in mengatakan, “Ia tsiqah.”
Ad-Daruquthni mengatakan, “Ia bisa dijadikan hujjah, adapun ayahnya bisa untuk
i’tibar.” Abu Zur’ah mengatakan, “Laa ba’sa bihi, mustaqimul hadits.” Ibnu
Hajar mengatakan, “Laa ba’sa bihi.” Sedangkan Ibnu Hibban melemahkannya, ia
mengatakan, “Tidak boleh berhujjah dengannya.” Ibnu Hibban termasuk mutasyaddid
fil jarh, sehingga yang tepat ia perawi tsiqah.
Maka riwayat ini juga dhaif jiddan (sangat lemah) karena Abdul Malik bin
Harun bin ‘Antharah yang statusnya kadzab pemalsu hadits. Kesimpulannya, doa
berbuka dengan lafal Allahumma laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthartu fataqabbal
minni, innaka antas samii’ul ‘aliim statusnya dhaif jiddan atau bahkan munkar.
Hadits 2
Dikeluarkan Abu Daud dalam Sunan-nya (2358).
“Musaddad menuturkan kepadaku, Husyaim menuturkan kepadaku, dari Hushain,
dari Mu’adz bin Zuhrah, ia menyampaikan, ‘Biasanya Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam ketika berbuka membaca doa, Allahumma laka shumtu
wa ‘alaa rizqika afthartu (Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa, dengan rizqi-Mu aku
berbuka).’”
Juga dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf (9744),
Al-Marwazi dalam Az-Zuhd (1410), Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman (3619),
Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (1741), semua dari jalan Hushain dari Mu’adz
bin Zuhrah.
Riwayat ini mursal, karena Mu’adz bin Zuhrah adalah seorang tabi’in, ia
tidak bertemu dengan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Namun terdapat
jalan lain yang bersambung. Dikeluarkan oleh Ath-Thabrani dalam Mu’jam
Al-Ausath (7549),
“Muhammad bin Ibrahim menuturkan kepadaku, Isma’il bin Amr Al-Bajali
menuturkan kepadaku, Daud bin Az-Zibriqani mengabarkanku, Syu’bah
mengabarkanku, dari Tsabit Bunani, dari Anas bin Malik, ia berkata, ‘Biasanya
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam ketika berbuka membaca doa, Allahumma
laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthartu (Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa, dengan
rizqi-Mu aku berbuka).’”
Riwayat ini memiliki dua masalah:
Daud bin Az-Zibriqani, para ulama khilaf mengenai statusnya. Al-Jurjani
mengatakan, “Ia kadzab (pendusta).” Abu Zur’ah mengatakan, “Ia matruk.” Imam
Ahmad mengatakan, “Aku tidak berpandangan bahwa ia kadzab, namun ia terkadang
melakukan tadlis.” Al-Bukhari mengatakan, “Haditsnya muqaarib (hasan).” Ibnu
Ma’in mengatakan, “Laisa bisyai’in (lemah).” Abu Daud mengatakan, “Ia lemah dan
ditinggalkan haditsnya.” An-Nasa’i mengatakan, “Ia tidak tsiqah.” Ibnu Hajar
mengatakan, “Ia matruk.” Adz-Dzahabi mengatakan, “Para ulama men-dhaif-” Maka yang
rajih insyaallah ia perawi yang matruk.
Isma’il bin Amr Al-Bajali, statusnya dhaif. Ad-Daruquthni mengatakan, “Ia
dhaif.” Ibnu ‘Adi mengatakan, “Ia menyampaikan hadits-hadits yang tidak bisa
di-mutaba’ah.” Abu Hatim berkata, “Ia dhaif.”
Sehingga riwayat ini juga sangat lemah dan tidak bisa menguatkan riwayat
sebelumnya. Kesimpulannya, doa berbuka dengan lafal Allahumma laka shumtu wa
‘alaa rizqika afthartu statusnya dhaif jiddan (sangat lemah).
Hadits 3
Dikeluarkan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman (3619).
“Abu Abdillah bin Al-Hafidz mengabarkanku, Ali bin Hamsyadz menuturkan
kepadaku, Yazid bin Al-Haitsaim menuturkan kepadaku, bahwa Ibrahim bin Abi
Al-Laits menyampaikan hadits kepada mereka, Al-Asyja’i menuturkan kepadaku,
dari Sufyan dari Hushain bin Abdirrahman, dari seorang lelaki, dari Mu’adz ia
berkata, ‘Biasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam ketika berbuka
membaca doa Alhamdulillahilladzi a’aani fashumtu warazaqani fa afthartu (Segala puji bagi Allah yang telah menolongku
untuk berpuasa dan memberiku rezeki sehingga aku bisa berbuka).’”
Riwayat ini munqathi’, karena mursal sebab Mu’adz bin Zuhrah adalah seorang
tabi’in dan juga terdapat perawi yang mubham, hanya disebutkan “seorang
lelaki…”. Sehingga hadist ini lemah. Kesimpulannya, doa berbuka dengan lafal
Alhamdulillahilladzi a’aani fashumtu warazaqani fa afthartu statusnya dhaif
(lemah).
Demikian beberapa lafal doa berbuka puasa yang terdapat dalam kitab-kitab
hadits yang mirip dengan doa berbuka puasa yang masyhur di masyarakat, namun
semuanya lemah atau munkar.
Adapun doa berbuka yang masyhur di masyarakat, yaitu allahumma laka shumtu
wabika amantu wa ‘ala rizqika afthartu birahmatika yaa arhamar rahimin. Doa ini
tidak ada asalnya dan tidak terdapat dalam kitab-kitab hadits. Al-Mulla Ali
Al-Qari dalam Mirqatul Mafatih menyatakan,
“Adapun yang masyhur di lisan masyarakat, (Allahumma laka shumtu wabika
amantu wa ‘ala rizqika afthartu) maka tambahan (wabika amantu) tidak ada
asalnya walaupun maknanya benar. Demikian juga tambahan (wa’alaika afthartu wa
lishaumi ghadin nawaitu)” (Mirqatul Mafatih Syarah Misykatul Mashabih, 4/1387).
Lebih lagi dengan tambahan yaa arhamar rahimin, kami sama sekali tidak
menemukannya dari keterangan para ulama di kitab-kitab fiqih, lebih lagi dalam
kitab-kitab hadits. Wallahu a’lam.
Adapun doa berbuka puasa yang bisa diamalkan adalah hadits Ibnu Umar
radhiallahu’anhu
“Biasanya Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam jika berbuka beliau berdoa, ‘dzahabazh zhama’u
wabtallatil ‘uruuqu wa tsabatal ajru insyaallah (telah hilang rasa haus, telah
basah kerongkongan, dan telah diraih pahala insyaallah)’” (H.R. Al-Bazzar dalam
Musnad-nya [5395], An-Nasa’i dalam Sunan Al-Kubra [3315], Ath-Thabrani dalam
Mu’jam Al-Kabir [14097], Ad-Daruquthni dalam Sunan-nya [279], Al-Hakim dalam
Mustadrak-nya [1536]).
Hadits ini derajatnya hasan, telah kami bahas takhrij-nya dalam artikel
Derajat Hadits Doa Berbuka “Dzahabazh Zhama’u…”. Silakan simak artikel tersebut
untuk penjelasan lebih lengkap.
Wallahu ta’ala a’lam.
Sumber: muslim
0 komentar:
Posting Komentar